ASAL MULA PEMALANG
ASAL MULA KOTA PEMALANG
ASAL MULA KOTA PEMALANG
Mengenai dari mana nama Pemalang
berasal,terdapat bermacam-macam legenda
sebagai berikut:
1. Nama Pemalang diambil dari kepribadian
watak rakyat Pemalang yang bersemboyan:
- Benteng wareng ing payudan tan sinayudan.
- Banteng wareng ing sinonderan yang
artinya, rakyat Pemalang jika sudah dilukai
atau dijajah berani berjuang RAWE-RAWE
RANTAS MALANG-MALANG PUTUNG BERANI
BERKORBAN HABIS-HABISAN DEMI NUSA DAN
BANGSA.
- Arti banteng wareng rakyat kecil payudaan :
perang tan sinayudan : perang tidak dapat
dicegah RAWE-RAWE RANTAS MALANG
MALANG PUTUNG BANTENG WARENG
SINONDERAN : Dalam melawan musuh sambil
menari-nari, sinonderan biarpun sampai
kalung usus takan pantang menyerah.
2. Nama Pemalang diambil dari nama sungai
me'malang' yang membentang dari sebelah
utara desa Kabunan membujur ke pelabuhan
Pelawangan. Sungai tersebut sering digunakan
untuk sarana angkutan, membawa barang-
barang dari pusat Pemalang ke berbagai
wilayah seperti Kabunan, Taman, Beji,
Pedurungan (pada abad ke XIV di masa
Majapahit berkuasa) saat itu penguasa
Pemalang adalah Ki Gede Sambungyudha.
3. Karena erosi akibat arus sungai yang
membawa lumpur dari gunung ke laut
diperkirakan per tahun terkikis lima-enam
meter maka sungai MALANG berpindah ke
utara dari Comal ke Asemdoyong, sungai itu
melintang malang, tidak dari selatan gunung
ke utara tetapi dari timur ke barat, sehingga
membingungkan orang yang mau berbuat
jahat. contohnya ketika patih Thalabuddin
dari kesultanan Banten membawa keris Kyai
tapak ia mendadak menjadi bingung ( keder )
sehingga mondar-mandir saja di Pemalang.
K ota Pemalang di pantai utara Jawa Tengah
saat ini merupakan ibu kota Kabupaten
Pemalang. Kota itu terletak di antara dua kota
besar yang menjadi tetangganya, yaitu
Pekalongan di sebelah timur dan Tegal di
sebelah barat. Pemalang boleh dikatakan
sebuah kota yang sudah tua umurnya
sehingga kisahnya pantas dibanggakan.
Tanggal lahir Kabupaten Pemalang adalah 24
Januari 1575. Artinya, mulai saat itulah resmi
ada pemerintahan kabupaten. Tentu saja jauh
sebelumnya pasti sudah ada kehidupan
masyarakat yang berpusat di daerah tersebut.
Tidak mungkin suatu pemerintahan berdiri
secara tiba-tiba.
Sejarah Pemalang dapat dikaitkan dengan
Kerajaan Mataram Kuno yang berdiri pada
tahun 700-an (abad ke-8) di Jawa Tengah.
Kerajaan itu subur makmur loh jinawi;
terbukti mampu membangun Candi
Borobudur di Magelang dan candi-candi di
dataran tinggi Dieng, dekat Wonosobo.
Diperkirakan daerah Kedu yang memanjang
dari Borobudur sampai Dieng merupakan
wilayah inti kerajaan. Dihuni penduduk yang
bertani dan berladang dengan penuh
kebahagiaan.
Waktu itu belum dikenal nama Pemalang,
tetapi tempat-tempat tertentu di daerah
tersebut sudah dijadikan pelabuhan. Jadi,
daerah Pemalang boleh dibayangkan sebagai
pintu gerbang Mataram Kuno. Wajar, karena
posisinya di bawah dataran tinggi Dieng.
Namun, daerah itu belum sempat berkembang
ketika terjadi keruntuhan Mataram Kuno.
Menurut sejarah, pada pertengahan tahun
900-an (abad ke-10) terjadilah perpindahan
pusat kerajaan ke Jawa Timur, yaitu di aliran
Sungai Brantas. Mungkin karena gempa bumi
atau gunung meletus. Pada zaman itu, Merapi,
Merbabu, Sumbing, dan Sindoro masih
menjadi gunung berapi yang ganas. Mungkin
juga karena perang. Yang jelas, surutlah
kekuasaan Mataram Kuno di Jawa Tengah.
Yang berkembang kemudian adalah Singosari,
Kediri, dan Majapahit di Jawa Timur.
Waktunya kira-kira dari abad ke-11 sampai
akhir abad ke-15.
Kehidupan masyarakat yang tersisa di Jawa
Tengah tetap berjalan terus, tetapi selama
ratusan tahun tidak menghasilkan prestasi
yang gemilang. Selama itu pula Pemalang
merupakan daerah yang bebas dari kekuasaan
mana pun. Mataram Kuno sudah runtuh,
sedangkan kekuasaan baru di Jawa Timur
sangat jauh jaraknya. Pemalang seperti
"daerah tidak bertuan".
Konon Pemalang pernah dimanfaatkan oleh
Patih Gajah Mada sebagai pangkalan perang
ke Sriwijaya. Dukungan orang Pemalang di
bawah pimpinan Ki Buyut Jiwandono atau Ki
Buyut Banjaransari membuahkan hasil
gemilang. Karena itu, Pemalang dijadikan
daerah perdikan. Artinya, suatu wilayah yang
tidak dipungut pajak. Sebuah perdikan
biasanya diberikan kepada tokoh yang berjasa
besar.
Pemerintahan atau kekuasaan di Pemalang
mulai berkembang pada akhir tahun 1350-an
berkaitan dengan Majapahit. Kerajaan
tersebut mencapai puncak kejayaan di bawah
kekuasaan Maharaja Hayam Wuruk dan
Mahapatih Gajah Mada. Wilayahnya meliputi
seluruh Nusantara, dan pengaruhnya sampai
ke Pulau Madagaskar di dekat Benua Afrika.
Kejayaan itu tercapai berkat Sumpah Palapa
Gajah Mada yang bertekad mempersatukan
seluruh wilayah Nusantara di bawah bendera
Majapahit.
Penyatuan atau penaklukan itu ada yang
berjalan secara damai dengan hubungan
dagang dan pemerintahan (politik), tetapi ada
juga yang harus dengan peperangan.
Walaupun sudah menjangkau seluruh
Nusantara, masih ada daerah-daerah tertentu
yang terlewat. Salah satu kerajaan yang belum
tunduk kepada Majapahit adalah Pajajaran di
Pasundan (Jawa Barat).
Pajajaran memiliki kekuatan militer yang
canggih, dukungan rakyat yang hebat,
kekayaan alam yang berlimpah, keindahan
alam yang menawan, dan gadis-gadis yang
cantik. Seorang putrinya yang bernama Dyah
Pitaloka bagaikan bidadari turun ke bumi.
Keadaan itu membikin Gajah Mada merasa
sayang untuk menaklukkan Pajajaran dengan
peperangan. Lantas dicarilah siasat yang jitu
agar Pajajaran dapat dikalahkan secara damai,
bahkan dirangkul mesra. Singkat cerita,
tersusunlah sebuah siasat untuk menguasai
Pajajaran.
Pada mulanya, disiapkan pinangan atau
lamaran Hayam Wuruk kepada putri Dyah
Pitaloka dengan keyakinan pasti disambut
hangat. Pinangan dari seorang maharaja
berarti penghormatan. Kalau sampai ditolak
berarti perlawanan. Ternyata benar, lamaran
itu diterima baik-baik, bahkan di-sanggupi
keberangkatan calon pengantin putri ke
Majapahit.
Tetapi apakah yang terjadi kemudian?
Sampai di desa Bubat rombongan Pajajaran
dihentikan. Kemudian diberi penjelasan bahwa
calon pengantin putri harus dihadapkan
sebagai persembahan atau upeti. Artinya,
Pajajaran harus mengakui kekuasaan
Majapahit. Tentu saja hal itu menimbulkan
kekecewaan Pajajaran sehingga terjadilah
perang yang seru.
Tahulah Gajah Mada bahwa rombongan
tersebut bukan pasukan militer yang siap
berperang. Mereka hanya rombongan calon
pengantin putri. Mereka kaget, panik, dan
berantakan menghadapi serangan yang
mendadak. Raja Pajajaran terpaksa mengakui
kekalahan dengan dendam yang berat.
Dendam pun melekat di hati Dyah Pitaloka
yang merasa dikhianati. Sadarlah dia bahwa
pinangan terhadapnya hanyalah siasat
Majapahit menaklukkan Pajajaran. Setelah
lolos dari kancah pertempuran, dia pun
berniat kembali ke Pajajaran. Akan tetapi, di
tengah perjalanan dia mengakhiri hidupnya
dengan kerisnya sendiri.
Peristiwa tragis itu terjadi pada tahun 1348 di
desa Bubat sehingga terkenal dengan nama
Perang Bubat.
Dalam berbagai cerita tidak
dijelaskan di mana sebenarnya letak desa atau
kota Bubat. Yang ada sekarang adalah kota
Babat di Kabupaten Lamongan, pantai utara
Jawa Timur. Bisa dibayangkan pada zaman
kuno tempat itu merupakan salah satu
gerbang masuk ke Majapahit. Apakah Bubat di
zaman kuno sama dengan kota Babat sekarang
merupakan kisah tersendiri.
Di sebelah barat Pemalang ada kota kecil
Babadan. Namanya hampir sama dengan
Bubat. Mungkin juga di situlah perang terjadi.
Yang jelas, setelah perang berakhir banyak
prajurit Majapahit yang tidak langsung
kembali ke markasnya. Ada yang beralasan
jenuh berperang, ingin merintis kehidupan
baru, dan berguru kesaktian kepada para
pendekar terkenal.
Waktu itu Ki Buyut Banjaransari di perdikan
Pemalang sudah tersohor kesaktiannya. Wajar
bila banyak orang berguru kepadanya. Di
antaranya adalah Ki Bondan Lamatan yang
telah
Sampai di Bubat, terjadilah perang yang seru
sehingga Raja Pajajaran terpaksa mengaku
kalah dengan dendam yang berat.
bertugas sebagai senopati atau komandan
prajurit Majapahit dalam Perang Bubat.
Ki Bondan Lamatan tidak hanya memperoleh
kesaktian, bahkan menjadi menantu gurunya.
Dia menikah dengan Endangsih dan
menurunkan sepasang anak lelaki, yaitu Raden
Sambungyudha alias Joko Malang dan Raden
Aburabur. Setelah dewasa, Raden Joko Malang
berguru kepada Ki Tapel Wojo hingga tuntas
dan diakui masyarakat sebagai pendekar yang
hebat.
Hal itu sangat menyenangkan hati ayah dan
kakeknya. Kebetulan Ki Buyut Banjaransari
tidak sempat mengurus perdikan Pemalang
karena kesibukan. Mestinya Ki Buyut
Banjaransari melimpahkan kekuasaan
perdikan itu kepada menantu Ki Bondan
Lamatan. Tetapi Ki Bondan belum sanggup
melaksanakan, bahkan memilih jadi pendekar
di Gunung Slamet. Itulah sebabnya kekuasaan
perdikan diwariskan ke tangan Raden Joko
Malang atau Raden Sambungyudha.
Diperkirakan nama Pemalang berkaitan
dengan nama tokoh tersebut. Kata pe atau pa
dalam bahasa Jawa dapat menunjukkan
tempat, sedangkan malang kebetulan
menunjukkan nama orangnya. Jadi, Pemalang
berarti 'suatu tempat yang dimiliki atau
dikuasai Raden Joko Malang'. Tidak lama
kemudian, namanya menjadi Ki Gede
Sambungyudha sesuai dengan kedudukannya
sebagai penguasa.
Waktu itu bumi Pemalang masih dipenuhi
semak belukar, hutan lebat, dan rawa-rawa.
Penduduknya terpencar di sepanjang sungai-
sungai yang menjadi sumber air dan sekaligus
jalur perhubungan dengan perahu dan
sampan. Jalan darat masih sangat terbatas
karena terhalang hutan dan semak belukar.
Sulitnya perhubungan darat mendorong Ki
Gede Sambungyudha merintis pembangunan
jalan dan jembatan di berbagai termpat.
Tokoh yang besar jasanya dalam rintisan itu
adalah Ki Patih Jiwanegara.
Selanjutnya, Pemalang diperintah oleh
putranya yang bergelar Adipati Anom Windu
Galbo, sedangkan patihnya masih tetap Ki
Jiwanegara. Sayang sekali, perkembangannya
tersendat karena terputus dengan pusat
kekuasaan Majapahit yang runtuh pada akhir
tahun 1400-an. Kebetulan muncullah kerajaan
Islam pertama di Jawa Tengah, yaitu Demak
Bintoro yang berkedudukan di Demak.
Namun, Demak Bintoro tidak berpengaruh
terhadap perkembangan Pemalang. Demak
Bintoro belum sempat memikirkan wilayah
yang jauh-jauh. Penguasaan ke barat hanya
sampai daerah Semarang. Tidak lama
kemudian, terjadilah perebutan takhta
kekuasaan. Dalam waktu singkat, Demak pun
runtuh dan kekuasaan berpindah ke
Kesultanan Pajang di dekat Surakarta.
Kebetulan Pajang pun hanya bertahan
sebentar karena terjadi juga perebutan takhta
kekuasaan. Yang menang adalah Raden
Sutowijoyo yang mulai berkuasa di Mataram
(sekarang Yogyakarta).
Runtuhnya Pajang mendorong para pemuda
bangsawan dan priayi pergi mencari
kehidupan baru yang lebih aman. Lebih baik
hidup merdeka di kejauhan daripada ditindas
kekuasaan lawan. Di antara mereka yang
sampai ke Pemalang adalah Ki Gede Subayu
dan Raden Sida Wini. Waktu itu Pemalang
sedang komplang atau kehilangan kekuasaan.
Artinya, tidak ada kekuasan yang kokoh.
Sudah terputus dengan Majapahit yang
runtuh, tetapi tidak terkait dengan Demak
Bintoro, Pajang, dan Mataram.
Keadaan itu membuka peluang Raden Sida
Wini menanamkan pengaruhnya di bidang
pemerintahan. Pengalamannya sebagai
bangsawan Pajang disambut hangat
masyarakat Pemalang. Terbukti dia pun
sempat berkuasa sebagai adipati Pemalang.
Sementara itu, Ki Gede Subayu melanjutkan
perjalanan ke barat dan berhasil merintis
daerah baru yang kemudian bernama Tegal.
Pemerintahan yang dirintis Raden Sida Wini
dilanjutkan oleh Kanjeng Jinogo Hanyokro
Kusumo atau Darul Ambyah dengan semangat
Islam. Pengangkatan dan pengakuan
masyarakat Pemalang terhadap penguasa baru
tersebut terjadi pada hari Kamis 24 Januari
1575 atau 2 Syawal 982 H. Karena itulah
tanggal tersebut dijadikan sebagai tanggal
kelahiran Kabupaten Pemalang.
Jelaslah riwayat Pemalang jauh lebih tua
daripada Tegal dan Pekalongan. Kota tersebut
sudah lahir pada zaman Majapahit, sedangkan
Tegal dan Pekalongan tumbuh seratus tahun
kemudian bersama kekuasaan Mataram.
Kesimpulan
Cerita ini memberi pelajaran kepada kita
tentang kesadaran membangun pemerintahan
yang kokoh demi kemakmuran rakyat. Suatu
daerah yang tidak memiliki pemerintahan
mudah dilanda kekacauan. Sebaliknya,
pemerintahan yang tidak memikirkan
kepentingan rakyat berarti mengkhianati tugas
atau kodratnya.
Semangat Ki Gede Sambungyudha membangun
jalan dan jembatan merupakan contoh
kesadaran penguasa yang peduli terhadap
kepentingan rakyat. Seharusnya, semangat itu
dilanjutkan sepanjang zaman dengan selalu
memihak kepentingan orang banyak.
SALAM DARI PANGERAN PENDHURUAN "PANGERAN AROEL"
Rabu, 21 Oktober 2015
Home »
Kisah dan Sejarah
» Asal mula KOTA PEMALANG
Asal mula KOTA PEMALANG
Categories: Kisah dan Sejarah
Download Roll Spike Sepak Takraw 1.4.0
Roll Spike Sepak Takraw 1.4.0 Siang gan. Kali ini saya akan membagikan game yang populer di kawasan asia tenggara. Seru game nya. Kita bi...
0 komentar:
Posting Komentar